Paraglider at Timbis Bali |
Kekuatan untuk terbang itu berasal dari parasut yang mengembang di
atas kita. Dia menahan agar kita bisa terbang, meninggalkan bukit menuju
laut lepas lalu dibawa angin ke ketinggian ratusan meter. Tapi, karena kita hanya penerbang abal-abal, maka kita harus terbang
dengan cara tandem. Kita berada di depan, sementara paraglider ahli di
belakang. Dia akan mengendalikan parasut tersebut ke mana hendak menuju.
Terbang ini biasanya bolak-balik sekitar 2 km di atas bukit dan pantai
tersebut. Saat paraglider ini sibuk mengendalikan parasutnya, kita yang
“digendong” di depannya bisa memuaskan diri melihat pemandangan di bawah
kita. Atau, jika membawa kamera, tak henti-henti merekam pemandangan
tersebut. Sebulan lalu, saya kembali merasakan sensasi terbang ini setelah sekitar delapan tahun lalu saya pertama kali mencobanya.
Lokasi untuk paragliding ini di Bukit Timbis, Desa Kutuh, Kecamatan
Kuta Selatan, sekitar 45 menit dari Bandara Ngurah Rai Bali. Tidak ada
petunjuk apa pun ke sini. Lokasi ini berada di sisi kanan jalan raya
Pecatu menuju Nusa Dua, setelah Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Nusa
Dua. Ada jalan Bukit Payung. Dari jalan ini masih masuk sekitar 1 km
dengan kondisi jalan aspal namun kemudian berkapur. Karena tidak ada papan petunjuk ke arah bukit ini sama sekali, maka
warga setempat bisa jadi penunjuk jalan. Bertanyalah pada mereka.
Kalau malu bertanya, ikuti saja jalan setapak ke arah ujung bukit
sambil melihat ke langit. Siapa tahu Anda beruntung dan bisa melihat
puluhan orang sedang terbang menggunakan paragliding ini.
Atraksi paragliding di kawasan ini mulai sejak sekitar 10 tahun lalu. Saat ini ada tiga operator atraksi wisata berisiko ini. Salah satunya Bali Paraglider Club (BPC). Ketiga operator ini ada di bukit yang tak jauh berbeda kondisinya, agak landai dan berada di ujung bukit yang bahkan mirip tebing.
Dari pos penerbangan ini, kita bisa melihat laut lepas Bali selatan.
Di bawah sana, berjarak sekitar 75 meter, ada bentangan ladang rumput
laut tempat warga sekitar menggantungkan sumber penghidupan. Pemandangan
ini jadi objek tak kalah asiknya bagi pengunjung yang sekadar
jalan-jalan ke sini sambil melihat para penerbang tersebut.
Untuk bisa menikmati terbang dengan paragliding ini, pengunjung harus
membayar US$ 69. Harga tersebut untuk turis asing. Kalau untuk tamu
Indonesia, biayanya hanya separuhnya Rp 350.000. Harga yang sudah
termasuk penjemputan dan asuransi ini hanya untuk terbang tandem alias
didampingi paraglider profesional itu tadi.
Paragliding termasuk atraksi wisata berisiko tinggi, seperti juga
menyelam. “Karena itu perlu pendamping untuk pemula,” kata Rizky
Widiantara, anggota tim pilot BPC.
Menurut Rizky, pengunjung boleh terbang sendiri jika sudah punya
lisensi. Untuk mendapat surat izin ini, perlu ada pendidikan khusus
selama dua hingga tujuh hari. Biayanya antara US$ 150-600. Lumayan
mahal. Maka, kalau hanya untuk menikmati enaknya terbang ini sesekali,
cukuplah tandem. Apalagi untuk beli parasut juga sampai puluhan juta.
Maka, mari pilih tandem saja.
Tantangan lain saat terbang dengan paragliding ini adalah
menghilangkan rasa takut dan mual saat terbang. Kalau rasa takut sih
sudah hilang. Namun, meski sudah pernah terbang sebelumnya, saya masih
saja merasakan mual itu. Ini yang membuatnya terbang itu agak terganggu.
Waktu terbaik untuk terbang antara siang hingga sore hari. Meski
demikian, atraksi ini juga terbuka dari pukul 9 pagi hingga 6 malam.
Menurut Rizky, salah satu waktu terbaik adalah saat menjelang matahari
tenggelam. “Melihat matahari tenggelam sambil terbang itu kenikmatan
yang tak bisa diungkapkan,” tambahnya.
Namun, terbang pada siang hari pun tetap terasa nikmatnya. Sambil
melayang, kita bisa melihat hamparan rumput laut, kawasan hotel di
sekitar Nusa Dua, bukit yang terus dikeruk demi pariwisata, atau kawasan
pura di sini. Melihat mereka dari sudut pandang berbeda juga memberikan
sensasi berbeda dari biasanya.
Adapun bulan yang cocok untuk terbang hampir sepanjang tahun kecuali
saat musim angin kencang, biasanya antara Oktober hingga Januari.
Pada waktu dan bulan tersebut, langit di sekitar Bukit Timbis ini pun
akan dipenuhi puluhan atau bahkan ratusan penerbang. Jika tak punya
cukup uang untuk terbang, cukuplah jalan-jalan dan duduk manis menikmati
mereka melayang. Itu juga sudah memberikan hiburan tersendiri.
Sumber : http://www.balebengong.net
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !